Perkembangan Teori Kecerdasan: Hal Penting yang harus diketahui semua sekolah

Ungkapan kakek eisntein tentang kecerdasan
Cerdas, kata yang sering diucapkan semua orang untuk mendefinisikan orang yang pintar dan pandai. Saya jga sering sekali membaca kata cerdas dalam slogan atau visi sekolah-sekolah sekarang, namun pertanyaan yang sesungguhnya adalah siapakah yang dianggap cerdas? bagaimana definisi cerdas secara utuh? Coba silahkan dijawab dalam hati siapa yang lebih cerdas antara BJ Habibie dan Chris John? antara Einstein dan Lionel Mesi? antara JK. Rowling dan Jusuf Kala? antara Gus Dur atau Gita Gutawa? Tebakan anda mengenai orang cerdas sangat bergantung pada dasar pemahaman anda mengenai kecerdasan. Kebanyakan orang-orang Indonesia masih menilai orang yang cerdas adalah orang yang Ranking 1, pelajaran sains dapat 9, matematika dapat 10, sedangkan siswa yang berprestasi di bidang menggambar, menyanyi, berpidato, baik hati, suka menolong, dan sebagainya kurang disoroti dan tetap dianggap anak bodoh jika nilainya buruk. Untuk mengenal lebih jauh mengenai dunia kecerdasan mari tengok tulisan dibawah ini, agar pandangan kita mengenai cerdas lebih luas.

Inteligent Quotient (IQ) - 1905

Banyak ilmuan yang telah mengemukakan tentang teori teori kecerdasan. Salah satunya adalah Alfred Binet yang mengutarakan bahwa seseorang bisa dianggap cerdas kalau orang tersebut telah berhasil melalui tes matematis logis dan verbal yang disebut tes IQ. Kemudian hasil tes yang dicapai dirumuskan dalam angka mulai dari sekitar 0-200. Dan orang yang dibawah 80 dianggap mempunyai keterbelakangan mental, sedangkan orang yang nilainya diatas 140 dianggap cerdas IQ-nya. Pada awalnya sebenarnya tes ini adalah permintaan pemerintah kala itu karena banyak kaum buruh yang duduk di kursi pemerintahan, padahal pemerintah kala itu menginginkan yang duduk di atas hanyalah orang-orang yang bisa diajak "kompromi" saja, jadi pemerintah memerintahkan kepada Binet untuk membuat semacam tes kecerdasan yang nantinya akan menggeser kaum buruh dari kursi pemerintahan. Dan akhirnya memang benar terjadi adanya, para kaum buruh tidak bisa lolos tes IQ karena memang tidak pernah mendalami materi mengenai logis dan matematis. Pengertian ini lama bertahannya, bahkan hingga saat ini banyak ilmuan yang masih memakainya untuk patokan kecerdasan. Tes-tes IQ pun masih sering terdengar di telinga kita. Namun doktrin ini sebenarnya sangat menyempitkan kecerdasan seseorang, karena aspek yang dinilai hanyalah kemampuan logika dan verbalnya saja. Sedangkan orang yang pandai musik, gambar, olahraga ataupun orang yang sopan sekalipun tidak dianggap cerdas kalau hasil tes IQ-nya rendah. Apakah kita berpikiran sama dengan pemerintah Eropa kala itu, dengan membuang anak-anak yang tidak lolos tes IQ untuk tidak belajar ke sekolah kita?

Multiple Inteligent (MI) - 1983

Baru pada akhir abad ke-20 muncullah kecerdasan yang bisa mencakup hampir semua potensi manusia. Gagasan ini dipelopori oleh Howard Gardner yang awalnya hanya mencetuskan 8 kecerdasan (Spasial-visual, Lingusitik bahasa, Interpersonal, Musik, Naturalis, Body kinestetis, Interpersonal, Logis matematis: disingkat dengan akronim SLIM n BIL). Hingga sampai saat ini Gardner mencetuskan kecerdasan yang ke 9 yaitu kecerdasan eksistensial. Konsep yang diusung dari teori ini adalah meyakini bahwa semua anak adalah cerdas dan juara dibidangnya masing-masing. Tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya anak yang belum mencapai kondisi terbaiknya berdasarkan kecenderungan kecerdasan yang dimilikinya. Walaupun nama setiap kecerdasan ada yang mirip dengan mata pelajaran, namun sebenarnya ini hanyalah kecenderungan kecerdasan yang nantinya bisa dijadikan pintu masuk yang paling ideal waktu pelajaran. Dalam teori kecerdasan ini, paradigma kecerdasan sudah mulai lebih meluas hingga setiap orang bisa dikatakan cerdas walaupun hasil tes IQ-nya kurang tinggi. Namun konsep ini masih belum diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia. Walaupun tidak bisa dilepaskan dari angka-angka statistik, namun pendidikan Indonesia sekarang sudah menuju pendidikan yang menghargai semua jenis kecerdasan. Adanya penilaian otentik (dengan 3 ranah kognitif, afektif dan psikomotorik), pembelajaran aktif berbasis siswa dan UNBK yang bukan lagi menjadi syarat kelulusan tapi hanya sebagai standarisasi dan pemerataan pendidikan secara nasional. Semoga semakin dewasa pendidikan Indonesia semakin memanusiakan manusia yang sedang belajar di negerinya.

Emotional Quotient (EQ) - 1995

Keberanian Howard Gardner dalam mencetuskan kecerdasan jamak memicu ilmuan lain untuk ikut menyumbangkan fikirannya di khazanah perkembangan kecerdasan. Kecerdasan selanjutnya dicetuskan oleh Daniel Goleman yang menitikberatkan kepada kecerdasan Emosi. Goleman menganggap cerdas orang yang cerdas mengelola emosinya mulai dari mengenali emosi diri, mengelola emosi, motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), dan membina hubungan dengan orang lain. Dengan teori ini juga sedikit mengkutip penjelasan dari teori afektifnya Bloom. Orang yang cerdas adalah orang yang pandai mengelola emosinya dan mempunyai sikap yang baik dan santun. Cerdas bukan lagi soal nilai, tapi orang yang cerdas adalah soal sikap ke pribadi dan orang lain. Adanya kecerdasan ini akan mengakomodasi siswa-siswa yang selalu sopan terhadap guru, santun terhadap orang tua dan berbaik hati terhadap sesama. Sekolah hendaknya menanamkan kecerdasan emosi baik secara tersirat maupun tersurat kepada seluruh siswanya. Pembelajaran di kelas akan lebih bermakna jika disisipkan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, sehingga murid-murid akan terdoktrin dengan sikap pengendalian emosi yang baik.

Adversity Quotient (AQ) - 1995

Ditahun yang sama Paul Stoltz mengemukakan orang yang cerdas adalah orang yang pandai memecahkan masalah yang diahadapinya setiap hari. Dia yang bisa mengkontrol masalah yang ada, kemudian bisa mengakui permasalahannya (tidak melempar tanggung jawab), kemudian dapat menjangkau masalahnya sehingga masalahnya tidak meluas ke bagian yang lain yang tidak ada relasinya. Kemudian setelah menyelesaikan masalah orang yang cerdas mempunyai daya tahan yang kuat untuk tidak mempunyai masalah yang sama lagi. Orang yang cerdas adalah orang yang mempuanyai kemampuan problem solving yang tinggi. Setiap orang memang pasti mempunyai masalah, tapi orang yang cerdas adalah orang yang bisa menghadapi masalah yang dihadapinya. Sekolah bisa mengadopsi pengembangan kecerdasan menurut teori ini dengan menjadikan pembelajarannya menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) atau pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Pembelajaran di sekolah hendaknya tidak hanya berkutat masalah teori semata, tapi pembelajaran yang lebih pragmatis atau digunakan di dalam kehidupan bermasyarakat akan lebih bermakna dan mengasyikkan.

Sprititual Quotient (SQ) - 2000

Diawal abad ke-21 Ian Marshal mengemukakan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang mempunyai perangkat internal diri dengan kemampuan dan kepekaan dalam menemukan makna dibalik masalah serta kenyataan yang dihadapi manusia. Pencerahan batin yang dikaitkan dengan jati dini manusia. Orang yang cerdas adalah orang yang mempunyai ikatan batin spritual yang tinggi dengan Tuhannya.
Teori kecerdasan yang biasanya dianut oleh pondok pesantren thoriqoh atau tasawuf yang memang tujuannya fokus untuk meningkatkan pribadi santri-santrinya lebih dekat dengan sang Kuasa. Semakin dekat para Kyai dan santri dengan Sang Pencipta maka akan semakin cerdas mereka secara spiritual. Hal ini jarang disentuh oleh kebanyakan sekolah, karena banyak yang mengira bukan wilayahnya. Namun hendaknya sekolah juga ikut menyumbangkan waktunya untuk membina anak didiknya untuk senantiasa mendekatkan diri ke Yang Maha Esa agar dapat mengimbangi pembelajaran umum di sekolah.


SMP Islam Prestasi Al Mubtadi-ien bukanlah sekolah yang menerapkan semua jenis kecerdasan diatas, melainkan hanyalah Multiple Inteligences. Namun didalamnya sudah termuat semua jenis kecerdasan karena memang jenis kecerdasan yang paling lengkap. Bagaimana tidak, didalamnya ada kecerdasan visual spasial, logis matematis serta linguistik yang diyakini oleh IQ. Selain itu ada juga kecerdasan intrapersonal dan interpersonal yang akan mencerdaskan secara emosinal. Kemudian orang yang cerdas memecahkan masalah adalah orang yang cerdas secara logika, interpersonal serta intrapersonal. Kecerdasan ekstensial serta intrapersonal akan mendekatkan antara siswa dan Tuhannya sehingga bisa cerdas secara spiritual.
Sekolah yang menggunakan pendekatan kecerdasan multiple inteligences adalah sekolah yang memilih paket lengkap untuk meningkatkan kecerdasan peserta didiknya melalui pembelajaran keseharian, bukan hanya program yang dijalankan setiap semester sekali.

0 Komentar